Skip to main content

Christiano Tarigan Penabrak Mahasiswa UGM hingga Tewas resmi di Tahan

Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan telah ditahan oleh pihak kepolisian Yogyakarta terkait kasus kecelakaan maut yang menewaskan mahasiswa UGM, Argo Ericko Achfandi, pada 24 Mei 2025 di Jalan Palagan, Sleman. Christiano, yang juga mahasiswa UGM, ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Mei 2025 dan dijerat dengan Pasal 310 ayat 4 UU Lalu Lintas Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 karena menyebabkan korban jiwa. Penahanan dilakukan setelah desakan publik, termasuk melalui tagar #JusticeForArgo di media sosial. Hasil pemeriksaan urine menunjukkan Christiano tidak berada di bawah pengaruh alkohol atau narkoba saat kejadian.


Berikut adalah kronologi penahanan Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan terkait kasus kecelakaan maut yang menewaskan mahasiswa UGM, Argo Ericko Achfandi, di Jalan Palagan, Sleman, Yogyakarta, berdasarkan informasi yang tersedia:
  • Kejadian Kecelakaan (24 Mei 2025, pukul 01:00 WIB).
Kecelakaan terjadi di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Simpang Tiga Dusun Sedan, Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman. Argo Ericko Achfandi, mahasiswa Fakultas Hukum UGM angkatan 2024, mengendarai sepeda motor Honda Vario dari arah selatan ke utara dan berniat putar balik ke arah selatan. Dari arah belakang, mobil BMW bernomor polisi B-1442-NAC yang dikemudikan Christiano Tarigan melaju dengan jarak dekat. Karena jarak yang terlalu dekat dan kurangnya konsentrasi pengemudi, BMW menabrak sepeda motor Argo. Benturan keras menyebabkan Argo meninggal dunia di tempat. Mobil BMW juga menabrak Honda CR-V yang terparkir di sisi timur jalan, menyebabkan kerusakan signifikan pada ketiga kendaraan: sepeda motor Argo, BMW, dan CR-V. Jenazah Argo dibawa ke RS Bhayangkara Polda DIY untuk penanganan lebih lanjut. 

  • Respons Awal Kepolisian (24–26 Mei 2025).
Kepolisian segera mengamankan Christiano Tarigan untuk penyelidikan awal. Hasil tes urine menunjukkan bahwa Christiano negatif dari pengaruh alkohol atau narkoba.  Christiano awalnya dikenakan status wajib lapor selama proses penyelidikan, sehingga belum ditahan. Kepolisian mengumpulkan bukti, termasuk rekaman CCTV dari lokasi kejadian, yang menjadi petunjuk penting. Tidak ada bekas pengereman sebelum tabrakan, hanya ditemukan setelah kecelakaan, menunjukkan kemungkinan kurangnya reaksi tepat waktu dari pengemudi BMW. Penyelidikan melibatkan olah TKP oleh tim Traffic Accident Analysis (TAA) Ditlantas Polda DIY untuk menganalisis kecepatan kendaraan, titik pengereman, dan jarak antar-kendaraan.

  • Reaksi Publik dan Media Sosial (25–27 Mei 2025).
Kasus ini viral di media sosial, terutama di platform X, setelah akun @komunisasi mengunggah informasi tentang kecelakaan pada 25 Mei 2025, menyebutkan identitas Christiano sebagai mahasiswa FEB UGM dan pelaku tabrakan. Unggahan ini dilihat lebih dari 2,1 juta kali dan memicu tagar #JusticeForArgo, yang mencerminkan tuntutan publik untuk transparansi dan keadilan. Warganet mempertanyakan mengapa Christiano belum ditahan, dengan spekulasi tentang latar belakang keluarganya yang diduga "berpengaruh." Netizen juga membongkar informasi tentang ayah Christiano, yang disebut berinisial SB Tarigan dan memiliki posisi penting di sebuah perusahaan. Tekanan publik ini meningkatkan perhatian terhadap penanganan kasus oleh kepolisian.

  • Penetapan Tersangka (27 Mei 2025).
Setelah tiga hari penyelidikan, pada 27 Mei 2025, Polda DIY menggelar perkara dan menetapkan Christiano Tarigan sebagai tersangka. Penetapan ini berdasarkan keterangan enam saksi di TKP (termasuk Christiano sendiri), hasil olah TKP, dan analisis TAA. Christiano dijerat dengan Pasal 310 ayat 4 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, yang mengatur tentang kelalaian pengemudi yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.

  • Proses Penahanan (27–28 Mei 2025).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Mei 2025, kepolisian menyatakan akan memanggil Christiano untuk pemeriksaan lebih lanjut sebagai tersangka. Penahanan dilakukan segera setelah pemeriksaan tersebut, sebagaimana diumumkan oleh Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, pada 27 Mei 2025.
Pada 28 Mei 2025, Christiano resmi ditahan oleh penyidik Polresta Sleman. Langkah ini diambil setelah status kasus ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, dan penahanan dilakukan untuk mencegah risiko seperti melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, sesuai Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP. 

  • Pernyataan Kepolisian dan Komitmen Keadilan.
Polda DIY menegaskan komitmen untuk menangani kasus ini secara profesional dan transparan. Kombes Pol Ihsan menyatakan bahwa penyidikan dilakukan dengan pendekatan ilmiah untuk memastikan objektivitas, termasuk analisis kecepatan kendaraan dan dinamika kecelakaan. Ibunda Argo, Melina, meminta keadilan ditegakkan, dan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM menyerahkan penanganan kasus sepenuhnya kepada pihak berwenang sambil menyampaikan duka cita. 

Catatan Tambahan: 

Penahanan Christiano mendapat perhatian besar karena tekanan publik dan tagar #JusticeForArgo, yang menuntut transparansi hukum. Meskipun ada spekulasi tentang pengaruh keluarga Christiano, tidak ada bukti konkret yang mengindikasikan intervensi dalam proses hukum. Proses penyidikan masih berlangsung untuk memastikan semua aspek kecelakaan dianalisis, termasuk potensi faktor lain seperti kondisi jalan atau visibilitas. 

Kronologi ini disusun berdasarkan informasi dari sumber-sumber yang tersedia hingga 28 Mei 2025. Jika ada perkembangan lebih lanjut, kepolisian diharapkan memberikan pembaruan resmi. 
Hingga 28 Mei 2025, belum ada informasi resmi dari kepolisian atau kejaksaan mengenai tuntutan spesifik dalam bentuk lamanya hukuman penjara yang diajukan terhadap Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan. Christiano telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dengan dijerat Pasal 310 ayat 4 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, yang mengatur tentang kelalaian mengemudi yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp12 juta.

Proses penyidikan masih berlangsung, dan tuntutan resmi biasanya diajukan oleh jaksa penuntut umum setelah berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan. Berdasarkan kasus serupa, seperti putusan pengadilan yang dikutip dari Mahkamah Agung, hukuman yang dijatuhkan untuk pelanggaran Pasal 310 ayat 4 sering kali lebih rendah dari maksimum, tergantung pada faktor seperti tingkat kelalaian, bukti di persidangan, dan keadaan yang memberatkan atau meringankan.

Untuk informasi pasti mengenai lamanya tuntutan, perlu menunggu pernyataan resmi dari kejaksaan atau perkembangan sidang di pengadilan.