Alasan apa yang membuat Sahrul Gunawan melarang anaknya kuliah di UGM padahal sudah di terima?
Sahrul Gunawan melarang anaknya, Ezzar Raditya Gunawan, kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) meski sudah diterima karena ia dan mantan istrinya, Indriani Hadi, tidak ingin Ezzar tinggal jauh dari keluarga dan ngekos di Yogyakarta. Setelah berdiskusi panjang, mereka merasa belum siap anaknya hidup mandiri jauh dari rumah. Sahrul lebih memilih mendorong Ezzar untuk menempuh program double degree di Universitas Indonesia (UI) yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Meskipun netizen berasumsi jika Sahrul melarang anaknya kuliah di UGM, merujuk pada isu atau konteks spesifik terkait UGM, seperti masalah internal kampus atau kontroversi terkini misalnya kasus dugaan ijazah palsu Jokowi.
Jika Sahrul Gunawan khawatir anaknya, Ezzar, harus tinggal jauh dan ngekos di Yogyakarta, kenapa tidak mencegahnya mendaftar ke UGM dari awal?
Keputusan Ezzar mungkin sangat ingin mendaftar ke UGM karena reputasinya sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia, atau karena program studi tertentu yang diminatinya. Sebagai orang tua, Sahrul mungkin awalnya mendukung keinginan anaknya untuk mencoba diterima, baru kemudian mempertimbangkan dampak jarak dan kemandirian setelah Ezzar diterima.
Beberapa hal yang mungkin penyebab Sahrul Gunawan melarang anaknya Ezzar kuliah di UGM:
• Diskusi Keluarga Terjadi Belakangan.
Bisa jadi diskusi mendalam antara Sahrul, Indriani Hadi (mantan istrinya), dan Ezzar baru terjadi setelah pengumuman kelulusan. Mungkin awalnya mereka menganggap Ezzar bisa menyesuaikan diri, tetapi setelah memikirkan logistik (ngekos, jauh dari keluarga), mereka berubah pikiran.
• Faktor Emosional atau Praktis.
Sahrul mungkin baru merasakan kekhawatiran emosional tentang anaknya tinggal jauh saat keputusan akhir harus dibuat. Atau, ada pertimbangan praktis seperti biaya hidup di Yogyakarta, pengawasan orang tua, atau preferensi untuk UI yang menawarkan program double degree, yang mungkin dianggap lebih strategis untuk masa depan Ezzar.
• UGM Bukan Pilihan Utama.
Mungkin UGM adalah salah satu dari beberapa pilihan yang didaftar Ezzar, dan UI adalah prioritas yang muncul kemudian setelah diskusi keluarga.
Pendaftaran ke banyak universitas sering dilakukan siswa untuk menjaga opsi tetap terbuka. jika ada konteks spesifik seperti isu kampus (misalnya, kasus ijazah, kebijakan, atau kontroversi lain) yang mungkin memengaruhi keputusan Sahrul, itu bisa menjadi faktor tambahan. Namun, Sahrul tidak menyebutkan isu spesifik tentang UGM—fokusnya murni pada jarak dan kesiapan anaknya hidup mandiri.
• Konteks Isu Ijazah Palsu UGM.
Isu dugaan ijazah palsu Jokowi memang telah menciptakan kontroversi dan memengaruhi persepsi publik terhadap UGM. Beberapa pihak, mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM, yang memicu gugatan hukum dan aksi mahasiswa, seperti kemah di depan rektorat UGM pada Mei 2025 untuk menuntut transparansi.
Meski Bareskrim Polri menyatakan ijazah Jokowi asli pada 22 Mei 2025 setelah menyelidiki 13 lokasi, termasuk rektorat dan perpustakaan UGM, isu ini telah mencoreng reputasi UGM di mata sebagian masyarakat. Seorang tokoh seperti Arief Poyuono bahkan menyebutkan bahwa isu ini membuat anak muda enggan kuliah di UGM karena takut citra kampus rusak, meskipun pernyataan ini bersifat anekdotal dan tidak sepenuhnya mewakili opini publik.
Kemungkinan lain pengaruh pada keputusan Sahrul, Meskipun Sahrul tidak menyebut isu ijazah sebagai alasan, persepsi negatif tentang UGM akibat kontroversi ini mungkin memengaruhi pandangannya, terutama jika ia atau keluarganya mendengar sentimen serupa. Namun, ini hanya spekulasi karena tidak ada pernyataan langsung dari Sahrul yang mengaitkan keputusannya dengan isu ijazah.
Alasan resminya tetap berfokus pada jarak dan kesiapan anaknya, serta pilihan UI yang dianggap lebih cocok. Jika isu ijazah memang menjadi faktor, mungkin ini adalah kekhawatiran tambahan yang tidak disebutkan secara terbuka, mengingat sensitivitas topik ini atau UGM sebagai opsi cadangan. Persepsi negatif tentang UGM akibat isu ijazah mungkin baru muncul atau diperhatikan keluarga setelah Ezzar diterima.
Misalnya:
- Berita tentang gugatan Rp69 triliun terhadap UGM pada 5 Mei 2025
- Aksi mahasiswa pada 14 Mei 2025 bisa meningkatkan kekhawatiran tentang reputasi kampus, meskipun tidak ada bukti konkret bahwa ini memengaruhi Sahrul.
Fakta vs Persepsi:
Penting untuk dicatat bahwa penyelidikan Bareskrim Polri pada Mei 2025 menyimpulkan bahwa ijazah Jokowi asli, didukung oleh dokumen resmi dan keterangan dari pihak UGM, termasuk Dekan Fakultas Kehutanan. Akan tetapi sebagian orang tetap skeptis, menyebut UGM "abal-abal" atau mempertanyakan proses akademiknya. Sentimen ini mungkin memengaruhi kepercayaan keluarga seperti Sahrul terhadap UGM, meski tidak dinyatakan secara eksplisit.
Sejauh ini, alasan resmi Sahrul Gunawan melarang anaknya kuliah di UGM adalah jarak dan ketidaksiapan anaknya hidup mandiri, bukan isu ijazah palsu. Namun, kontroversi ijazah Jokowi yang mencuat pada 2025, yang memicu gugatan hukum, aksi mahasiswa, dan pernyataan negatif, mungkin telah memengaruhi persepsi Sahrul terhadap reputasi UGM, meskipun tidak ada bukti langsung.
Jika isu ini memang faktor, kemungkinan besar itu adalah pertimbangan sekunder yang muncul setelah pendaftaran, karena Ezzar sudah mendaftar dan diterima sebelum keputusan dibuat.
Meski UGM dan pihak berwenang membantah tuduhan ini, persepsi negatif di kalangan masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Arief Poyuono, menyebabkan beberapa orang tua enggan mendaftarkan anak mereka ke UGM karena citra kampus dianggap rusak akibat isu ini. Ia menyebut UGM dianggap "seperti universitas abal-abal di ruko" oleh sebagian kalangan, meskipun ini lebih mencerminkan sentimen publik daripada fakta.
Meskipun Sahrul Gunawan secara eksplisit menyatakan bahwa alasannya melarang Ezzar kuliah di UGM adalah karena jarak Yogyakarta yang jauh dan kekhawatiran anaknya ngekos, banyak yang menduga bahwa persepsi tentang isu ijazah palsu mungkin menjadi alasan tambahan atau tersembunyi. Berikut analisisnya:
1. Kemungkinan Pengaruh Persepsi Publik.
Sahrul, sebagai figur publik, mungkin terpapar narasi di media sosial atau berita tentang dugaan ijazah palsu yang menyeret nama UGM. Jika Sahrul atau keluarganya terpengaruh oleh narasi ini, ia mungkin khawatir bahwa reputasi UGM yang dipertanyakan bisa berdampak pada kredibilitas pendidikan anaknya di masa depan, meskipun ini tidak disebutkan secara eksplisit.
2. Jika Sahrul sudah khawatir, kenapa Ezzar mendaftar ke UGM?
Kemungkinan Ezzar mendaftar karena UGM tetap dianggap sebagai salah satu universitas top di Indonesia (peringkat 2 nasional dan 263 dunia menurut QS World University Rankings 2024). Keputusan untuk melarang mungkin muncul setelah Ezzar diterima, ketika Sahrul dan Indriani Hadi (mantan istrinya) mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk potensi dampak reputasi UGM akibat kontroversi ijazah. Diskusi keluarga yang disebutkan Sahrul mungkin mencakup kekhawatiran ini, meski ia hanya menyebutkan jarak sebagai alasan utama.
3. Alasan Tersembunyi.
Tanpa pernyataan langsung dari Sahrul, sulit memastikan apakah isu ijazah palsu benar-benar memengaruhi keputusannya. Namun, sentimen publik seperti yang diungkapkan Arief Poyuono—bahwa beberapa orang tua ragu mendaftarkan anak ke UGM karena isu ini—mendukung kemungkinan bahwa Sahrul mempertimbangkan hal serupa. Ia mungkin ingin melindungi anaknya dari stigma yang terkait dengan UGM, terutama karena Ezzar akhirnya diarahkan ke Universitas Indonesia (UI), yang dianggap lebih bergengsi dalam konteks tertentu (peringkat 1 nasional menurut THE Asia University Rankings 2021).
Meskipun Sahrul Gunawan secara resmi menyatakan bahwa larangan anaknya kuliah di UGM karena jarak dan kekhawatiran ngekos, persepsi publik tentang UGM sebagai "pencetak ijazah palsu" akibat kontroversi ijazah Jokowi bisa jadi memengaruhi keputusannya secara tidak langsung. Isu ini, meskipun telah dibantah oleh UGM dan Bareskrim Polri dengan bukti forensik, menciptakan stigma di kalangan masyarakat, Ezzar mungkin tetap mendaftar ke UGM karena reputasinya sebagai universitas top, tetapi keputusan akhir untuk tidak kuliah di sana kemungkinan dipengaruhi oleh kombinasi faktor jarak dan, mungkin, kekhawatiran tentang citra UGM. Ezzar diterima di UGM melalui program International Undergraduate Program (IUP) jurusan Manajemen.